welcome

Monday, November 11, 2013

Buku Ajaib Agama Buddha tentang Karma & Nasib Bab 3 (Penulis BUDIONO GONDOSISWANTO)

(3) SEMBAHYANG KE DEWA DAN BUDDHA APAKAH DAPAT MENGUBAH NASIB?

Ada banyak orang dengan tulus bersembahyang di depan Dewa dan Buddha untuk minta dilindungi, diberi rejeki, diberi Hok-kie, diberi anak, diberi kesehatan, diberi jodoh, sampai-sampai ada yang mohon diberi panjang umur. Apakah permohonan mereka bisa dikabulkan? Kalau dapat, bukankah nasib bisa diubahsalam waktu cepat? Pertanyaan ini pasti pernah terlintas dalam perkiraan kita. Hendak menjawab pertanyaan ini kita harus mengerti hal dibawah ini.

(A) Sembah sujud dihadapan para Dewa dan Buddha mempunyai makna apa?

Dinegara Asia setiap hari besar kelenteng banyak sekali orang datang bersembahyang dan pada umumnya pasti mempunyai permohonan, tetapi jarang sekali diantara mereka yang mengerti makna dalam sembahyang. Andaikata saudara sering membunuh, merampok, menjual obat bius, dan setelah berhasil saudara membeli makanan yang enak-enak untuk dipersembahkan kepada Dewa-Dewa sambil mohon supaya dilindungi dan diberkati. Apakah Dewa-Dewa yang berbudi luhur bisa mengabulkan? Kalau sehari-harinya saudara jarang berbuat amal dan tidak pernah member sedekah kepada fakir miskin, tetapi pada saat sembahyang anda membeli barang-barang sembahyang yang mahal sambil memohon supaya diberi rejeki. Biarpun anda menyembah sampai jidat anda lecet, dewa yang benar dan berbudi luhur tidak akan menerima barang-barang anda dan mengabulkan permohonan anda.



Prinsipnya adalah semua permohonan kita mungkin dikabulkan oleh para Dewa dan Buddha apabila perilaku dalam kehidupan sehari-hari selalu benar dan banyak membantu orang.

Inti daripada sembahyang adalah menghormati dan rasa terima kasih kepada para Dewa dan Buddha.
Umpamanya sembahyang kepada Dewi Kuan Im, kita harus menunjukkan rasa hormat dan terima kasih atas semua yang dilakukan oleh Dewi Kuan Im berWelas Asih dan selalu menolong. Selain itu dalam kehidupan sehari-hari kita juga harus selalu ingat dan belajar berwelas asih seperti Dewi Kwan Im. Dalam jangka panjang secara otomatis para Dewa dan Buddha akan datang melindungi dan member rejeki kepada kita.
Saya percaya bahwa semua agama adalah baik. Umpamanya agama Kristen pada saat berdo’a, sehausnya kita dalam hati merasakan hormat dan terima kasih kepada Yesus, yang mau berkorban mati demi umat manusia. Hati welas asih dari Yesus seperti juga welas asih dari Dewi Kwan Im perlu kita hormati dan tiru, supaya lebih banyak lagi manusia di dunia ini bisa kita tolong dan dunia menjadi lebih damai.

Ada orang bilang bahwa menyembah patung Dewa dan Buddha adalah penyembahan berhala. Itu adalah pendapat orang awam yang pengetahuannya dangkal, kita tidak perlu berdebat mengenai apakah patung tersebut mempunyai roh dan kesaktian. Asalkan kita bisa sering-sering memandang patung-patung tersebut untuk memperingatkan kita jangan berbuat jahat dan hal-hal yang merugikan orang lain. Lebih-lebih kalau kita bisa meniru semangat dari patung-patung tersebut (Dulunya pernah hidup di dunia) yang pada masa hidupnya sering menolong orang dan mempraktekkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Ini akan memberikan amal yang luar biasa kepada kita.

(B) Bersembahyang dihadapan Dewa dan Buddha apakah termasuk berbuat amal dan menanamkan kebajikan?

Teringat kejadian empat tahun yang lalu, saya pernah membantu untuk mengatur Hong Shui keluarga Chou. Tuan rumah wanitanya tidak putus-putusnya mengeluh mengenai Hong Shui rumahnya yang begitu jelek, sehingga dagangannya sepi, orang-orang serumah pada sakit-sakitan, anak sulung bergaul dengan orang yang tidak benar… saya hanya mendengarkannya dengan sabar. Setelah dia selesai bercerita, saya dengan wajah serius menasehati untuk banyak-banyak berbuat amal supaya bisa menghilangkan hal-hal yang jelek tersebut. Tidak disangka begitu mendengar kata-kata saya dia menjawab dengan keras: “Anda bilang saya tidak pernah berbuat amal? Saya setiap hari sembahyang kepada Thian (Tuhan) dan Buddha dan sudah bersembahyang selama 5-6 tahun. Berapa banyak uang sudah saya habiskan untuk membeli kertas emas untuk dibakar, perbuatan amal ini saya rasa cukup banyak tapi kenapa tidak ada balasannya.
Saya balik bertanya: “Anda sudah bersembahyang kepada Buddha selama 5-6 tahun apakah anda juga ada meniru cara hidup Buddha dengan menolong orang sakit & miskin?” Dijawabnya: “Saya sendiri miskin bagaimana bisa membantu orang”.
Saya bertanya lagi: “Jika anda tidak pernag mengeluarkan uang untuk membantu orang, apakah anda pernah mengeluarkan tenaga untuk membantu orang lain?”
Dia berfikir sebentar lalu menjawab: “Juga tidak begitu”.
Saya bertanya lagi: “Apakah anda pernah membeli ayam dan bebek untuk dimakan?”
Dia menjawab: “Ya pasti pernah. Masakah saya tidak boleh makan”.
Saya bertanya lagi: “Anda ada uang untuk membeli ayam untuk dimakan, apakah anda pernah membeli burung untuk dilepaskan kea lam bebas?”
Dia menjawab: “Tidak pernah”

Saya bertanya: “Anda sering bersembahyang kepada Buddha apakah anda pernah membaca kitab suci (Liam Keng)?” Dia menjawab: “Saya tidak bisa baca”.
Saya bilang: “Dari semua pertanyaan diatas, tidak satupun yang pernah anda lakukan, darimana anda bisa mengharapkan balasan dari perbuatan amal anda?”

Dia bilang: “Saya bersembahyang kepada Buddha bukankah termasuk perbuatan amal? Saya benar-benar tulus dan serius”. Saya bilang: “Perbuatan amal itu harus ditujukan demi kebaikan umat manusia dan makhluk hidup yang lain. Sedangkan anda sembahyang hanya memohon untuk keselamatan keluarga anda sendiri. Biar bagaimana seriusnya anda, hal ini tidak bisa dibilang berbuat amal”.

“Buddha sangat welas asih seperti seorang Ibu. Dalam hatinya dia mengharapkan semua manusia terlepas dari belenggu keduniawian (Tumimbal-lahir). Asalkan anda bisa meniru hati pikiran Buddha untuk menolong kehidupan manusia, Buddha pasti datang untuk melindungi anda. Kalau anda tidak bisa meniru cara berpikirnya Buddha, meskipun setiap hari rajin sembahyang dan sujud dihadapan Buddha, juga tidak ada gunanya. Biarpun Buddha welas asih, tetapi mereka juga ada batasan dalam membagikan Hok-kie”.

(C) Memohon kepada Dewa dan Buddha untuk memberikan rejeki dan Hok-kie apakah bisa manjur?

Memohon kepada Dewa dan Buddha untuk memberikan rejeki dan Hok-kie, sampai-sampai memohon kedudukan, keturunan, jodoh, menangkal malapetaka, penyembuhan penyakit dan lain-lain semuanya itu pasti dikabulkan. Tetapi permohonan tersebut bisa dikabulkan dengan syarat yaitu harus melakukan perbuatan amal dengan jumlah tertentu.

Seperti contoh cerita Yen Le Fan diatas.

Dari sini bisa diketahui bahwa berbuat amal merupakan syarat yang sangat penting dalam dikabulkannya permohonan kita. Memang Buddha sangat welas asih, tapi Buddha pasti tidak akan sembarangan member Hok-Kie dan rejeki ke sembarang orang.

Dari sini bisa diketahui Dewa dan Buddha pasti tidak akan meninggalkan prinsip “Menanam kebaikan mendapatkan hasil kebaikan, menanam kejahatan mendapatkan hasil kejahatan”.

Saya akan menceritakan hal yang benar-benar pernah terjadi. Tahun lalu saya pernah berkunjung ke sebuah kelenteng dan melihat seorang perempuan sedang sembahyang di depan Dewa Lie Cu Sie, tiba-tiba Dewa Lie Cu Sie turun dan merasuki seorang Suhu sambil menuliskan pesannya yang ditujukan kepada perempuan tersebut berbentuk syair yang isinya: menyuruh perempuan tersebut banyak-banyak berbuat amal.

Orang-orang yang hadir memperbincangkan petunjuk ini dan mereka menyimpulkan bahwa perempuan ini mungkin akan mendapat malapetaka. Maka mereka mengusulkan perempuan ini untuk Cuo Fu (Upacara sembahyang untuk memohon penghindaran malapeteka dan berjanji akan membawa buah-buahan dan makanan setelah malapetaka sudah terhindarkan dengan rasa terima kasih).

Perempuan ini segera saja melakukan hal tersebut, sesudah sembahyang dia duduk dengan hati lega, demikian juga dengan orang-orang disekitarnya mengira bahwa sesudah melakukan Cuo Fu segala malapetaka bisa dihindarkan. Saya tidak tahan lalu maju dan berkata kepada perempuan itu: “Cu Sie ingin anda melakukan amal besar, pasti ada maksudnya. Jika anda hanya melakukan Cuo Fu mungkin tidak bisa membantu, karena Cuo Fu tidak sama dengan berbuat amal”.

Perempuan itu malah marah mendengar kata-kata saya: “Kamu anak muda mengerti apa!”
Saya mengerti semua orang suka dipuji dan cara saya tadi mengkritik dia sangat tidak menyenangkan tapi saya tetap berkata: “Membebaskan makhluk hidup dari maut adalah cara yang paling ampuh, apabila anda bisa melepaskan makhluk hidup di depan Dewa, hasilnya pasti lebih baik daripada Cuo Fu”. Sayang sekali kata-kata saya hanya masuk telinga kiri keluar telinga kanan.

Hal ini telah lewat kira-kira 20 hari, saya sendiri sudah lupa akan hal itu. Suatu hari ketika saya pergi ke klenteng tersebut saya mendengar kabar perempuan tersebut sakit keras dan meninggal. Saya ikut sedih mendengarnya. Orang yang bersembahyang di klenteng sering disebut tahkayul. Memang banyak orang yang tidak mengerti tujuan sembahyang, baik itu orang luar maupun orang yang bersembahyang sendiri. Mereka belum mengerti arti sebab akibat kebajikan dan kejahatan dan juga arti bersembahyang yang sebenarnya.

No comments:

Post a Comment